.Akhirnya, Kini Aku Mengerti
Namaku Shelli, siswa kelas X SMA yang masih terlalu dini mengenal istilah cinta. Aku mengenal dengan istilah cinta saat duduk di bangku kelas tiga SMP. Belum terlalu paham tentang cinta, sebegitu mudahnya aku mempermainkan cinta saat itu, tanpa sedikitpun memikirkan perasaan pasanganku. Awal masuk SMA, aku menjalin suatu hubungan dengan kakak kelasku. Aku kelas X, sedangkan dia kelas XII sekali lagi aku hanya bermain-main dengan cinta tanpa serius memikirkan perasaannya yang telah tersakiti karena kelakuanku.
Putus dari dia aku mengenal dengan sesosok lelaki muda, kebetulan dia juga kakak kelasku, tepatnya kelas XI, Riko namanya. Sebelumnya aku benar tidak tertarik sama sekali menjalin hubungan lagi, bosanlah istilahnya, tak ada yang menarik saat ku menjalin hubungan. Awal perkenalan kami juga tidak begitu menarik, dan aku pun tak menganggap Riko sama sekali. Tapi rasa itu langsung berbeda ketika aku pertama kali melihat dirinya.
“Shel, itu lo yang namanya Riko” gertak Dani, salah seorang temanku yang ketika itu kami sedang duduk santai didepan kopsis sambil berbincang. Aku langsung menoleh ke arah lelaki muda itu, dan itulah awal aku tahu Riko secara langsung.
“Benarkah itu Riko?” tanyaku kepada Dani tanpa memalingkan pandanganku ke arah Riko.
“Iya benar, itu Riko !” Jawab Dani sambil memakan jajan yang baru saja ia beli.
“Gila, Benar-benar gila. Ganteng banget ternyata” gumamku di dalam hati dan masih terpesona melihatnya. Sesampainya di rumah, aku pun tak henti-henti kepikiran wajah si Riko.
“Kenapa ini, aku tak bisa berhenti memikirkan lelaki itu. Biasanya aku juga tak pernah seheboh ini” pikirku sangat aneh sambil berkali-kali aku memandangi HP berharap ada SMS masuk dari Riko. Sungguh aneh, yang tadinya aku tak tertarik sama sekali, sekarang malah berharap lebih sama Riko.
“Ada SMS !” teriakku. Langsung ku buka SMS itu dan benar, itu SMS dari Riko. Akupun sangat kegirangan. Itulah awal mula aku bisa serius menjalin hubungan dengan pasangan, sungguh berbeda dengan pasangan-pasanganku sebelumnya.
Dan inilah waktu yang aku tunggu, waktu dimana aku dan Riko jalan bareng. Sebelumnya kami memutuskan untuk nonton, tapi berhubung waktu telah terlewatkan, kami akhirnya menuju ke sebuah tempat yang begitu indah. Udara yang begitu sejuk, suasana tenang, burung-burung bernyanyi, rumput hijau menari dan genangan air yang membentang luas adalah sebagian kecil dari pancaran indah tempat ini. Di tempat ini kami saling bercerita tentang kehidupan kami, tak terasa pula sore telah datang menjemput.
“Aku boleh ngomong serius sama adek ?” tanya Riko begitu serius memandangku.
“Boleh kak, silakan !” dengan sedikit gugup aku menjawab pertanyaannya. Tiba-tiba Riko menggenggam tanganku. “duuh gila, mau ngapain ni anak” gumamku dalam hati.
“Maukah adek jadi pacarku ?”
Seketika perasaanku langsung campur aduk antara senang dan bingung.
“Aku tidak bisa menjawab pertanyaanmu sekarang kak. Kita juga belum lama kenal” Jawabku menutupi rasa bingung yang sedang bersemayam di otak dan hati.
“Tapi aku sudah menganggapmu jadi pacar dek dari dulu” bujuk Riko seperti mengharapkan jawaban berbeda dariku. Sungguh tak kuasa aku melihat pandangannya, ingin memalingkan pandangan darinya, tapi kepala ini bagai ditahan oleh batu besar.
“Ya sudah, aku mau”
“Benarkah ? Terimakasih adek” Sambut Riko dengan muka kegirangan.
Akhirnya aku telah mengerti indahnya menjalin hubungan waktu bersama Riko. Apakah ini sesuatu yang dinamakan cinta, sesuatu yang dulu selalu aku anggap membosankan dan tidak mempunyai arti sama sekali. Awalnya aku begitu bahagia, aku selalu membanggakannya, tapi tidaklah mudah menjalani hubungan dengan Riko. Banyak kabar burung tentang Riko, entah karena Riko adalah salah seorang anak yang dikenal di sekolah, atau karena dia mempunyai banyak mantan pacar di sekolah, yang pasti kabar itu sungguh tak bersahabat di telingaku saat itu, Banyak kabar burung yang mengatakan bahwa Riko itu playboy, Riko itu anak yang tidak baik, dan sebagainya. Berbagai cara aku lakukan untuk selalu percaya pada Riko, karena aku yakin Riko yang aku kenal bukanlah tipe orang yang seperti itu. Begitu juga dengan Riko, dia menyarankanku untuk tidak percaya kepada kabar burung tentang dirinya.
Suatu hari, ketika kenaikan kelas. Aku kebetulan sekelas dengan salah seorang yang telah mengenal Riko dari SMP, dia adalah Sinta, sahabat dari dua mantan pacar Riko.
“Hai !” sambutku padanya.
“Hai juga, kamu pacarnya Riko yang baru ya?”
Aku hanya membalasnya dengan senyum, walaupun pertanyaan Sinta begitu biasa, tentu aku merasa sedikit tersinggung. Sinta adalah tipe orang yang mudah bergaul, walaupun kami baru kenal, tapi dia sudah sangat akrab denganku, Sinta pun tidak segan untuk berbicara tentang masa lalu Riko kepadaku. Aku begitu terkejut ketika Sinta berbicara bahwa Riko adalah seorang yang playboy, dan salah satu mantannya itu adalah wanita yang tidak baik. Sungguh berbanding terbalik dengan semua cerita Riko yang sesungguhnya.
Saat itu kondisi otak dan hatiku sungguh tidak stabil, aku bingung harus percaya sama siapa lagi, apakah aku harus percaya sama teman-temanku yang jelas-jelas tidak hanya seorang yang menyatakan bahwa Riko tidak sebaik yang aku kira atau apakah aku harus percaya sama Riko dan mempercayai bahwa tidak mungkin orang sebaik Riko mempunyai sifat seperti itu. Sungguh hatiku tak tenang dengan semua ini. Ini adalah puncak rasa ragu-raguku terhadap Riko, tapi untuk kesekian kalinya, Riko bisa menenangkanku dan akhirnya aku tahu harus percaya pada siapa waktu itu.
Keesokan hari setelah aku berhasil menenangkan pikiranku ada SMS dari seorang sahabatku, Candra.
“Kamu masih pacaran dengan Riko ?” bunyi SMS dari Candra.
“Iya, kenapa ?” Balasku
“Nanti kerumahku ya, ada yang mau aku omongin, penting !”. Melihat balasan dari Candra, aku merasa terkejut. Tidak seperti biasanya dia bilang seperti itu dan mengurusi urusanku dengan pacarku.
Tanpa pikir panjang aku langsung memanasi motor, dan bersiap ke rumah Candra tanpa meminta izin pada Riko. Sesampainya disana ternyata tidak hanya ada Candra seorang, tetapi Ayu juga ada disana. Mereka berdua adalah sahabatku dari kelas satu SMP. Aku terkejut melihat wajah mereka yang begitu serius memandangiku.
“Ada apa emangnya, wajah kalian serius banget seperti menghadapi ulangan fisika” aku berusaha membuka perbincangan.
“Kamu masih pacaran dengan Riko ?” tanya Ayu dengan penasaran.
“Masih, memangnya kenapa sih ? kalian membuatku penasaran dari tadi”
“Sebaiknya kamu putusin saja deh Riko itu” ujar Candra.
“loh, kenapa sih ? kok tiba-tiba kalian berbicara seperti itu ? biasanya kalian mendukungku jika aku menjalin hubungan sama orang ?”
“Iya, kami mendukung jika kamu bahagia, tapi apa kenyataanya ?”
“Aku bahagia kok, kalian tahu sendirikan kalau aku bahagia”
“sudahlah shel, kamu tidak perlu berbohong pada kita”
Aku mencoba menutupi perasaanku yang dari kamarin tak menentu, tapi apa daya, mereka telah lama mengenalku, aku tak bisa berbohong pada mereka, akhirnya aku terus terang dengan semua yang terjadi selama ini.
“Benar ternyata” ucap Candra mematahkan ceritaku.
“Benar kenapa Candra ?”
“Benar apa yang telah diceritakan Tika kepada kami”
Tika adalah mantan pacar dari Riko, yang kebetulan satu kelas dengan Candra maupun Ayu ketika kenaikan kelas XI. Candra mulai bercerita kepadaku tentang semua cerita yang telah diceritakan Tika kepada Ayu maupun Candra. Intinya, Riko selingkuh dengan Tika, seketika aku tak kuasa menahan air mata, kenyataan ini begitu menyakitkan bagiku. Selama ini orang yang ku percayai, orang yang ku banggakan ternyata mempunyai hati yang busuk, bahkan lebih busuk dari seekor kera. Emosiku sudah tak terkendali waktu itu, tanpa pikir panjang aku langsung mengambil keputusan untuk mengakhiri hubunganku sama Riko mulai detik ini. Awalnya Riko tak terima dengan keputusanku ini, tapi apa daya jika aku juga tak bisa percaya lagi sama Riko. Akhirnya dengan berat hati dia menerima keputusanku ini.
Bel pulang sekolah berdenting, ketika itu sebagian besar anak menyambutnya dengan senang, tapi tidak denganku. Riko menungguku di depan sekolah, pada waktu itu aku tak menganggapnya sama sekali, aku sudah terlanjur membencinya, rasa cinta yang aku harap berawal dan akan berakhir dengan kebahagiaan ternyata pudar ditengah jalan dengan alasan yang sangat memalukan. Berkali-kali Riko meminta maaf, tapi kata maaf pun sulit terucap dari bibir ini.
“Adek, maafkan aku. Aku tahu aku salah, ijinkan aku untuk terakhir kali ini mengantarkan adek pulang dan aku akan terima keputusan adek selanjutnya” Ucap Riko dengan raut wajah memelas. Jujur aku tak kuasa melihat raut wajah itu, aku ingin bisa memaafkan dan menerima dia kembali, tapi hati dan mulut ini sudah membeku untuk sebuah kata maaf terucapkan. Ketika itu pula aku berpikir, inilah saat yang tepat untuk melepaskannya, karena sudah beberapa hari ini Riko sama sekali tak pernah menyetujui keputusanku untuk mengakhiri hubunganku dengannya.
“Benar ? kamu bakalan terima keputusanku selanjutnya”
“Iya adek, aku akan terima keputusan yang adek berikan” Aku langsung menerima ajakan Riko mengantarkanku pulang untuk yang terakhir kalinya itu. Selama di jalan aku tak kuasa menahan air mata, hatiku begitu sakit apabila teringat perbuatannya selama ini. Riko berusaha menggenggam tanganku, tapi aku selalu menampiknya. Riko juga berusaha menenangkanku, tapi kata-katanya semakin membuatku tak kuasa menahan kesedihan.
“Aku mengerti aku salah selama ini, aku tidak bisa jadi yang terbaik bagi adek, aku telah mengkhianati adek, aku memang seseorang yang bodoh” Ucapnya dengan sesekali memandangiku dari sepion motor mionya. Aku tak sanggup untuk menjawab semua kalimat yang terucap dari mulut Riko dan air mata ini semakin tak tertahan, berkali-kali aku berusaha mengusap air mata dari kedua bola mata ini, menutupi kesedihan yang sedang melanda diriku dan mencapai pada titik puncaknya.
“Aku masih bolehkan main ke rumah adek, masih bolehkan jalan sama adek, masih bolehkan memanggil adek dengan kata sayang” sambil Riko meraih tanganku dan menggenggamnya.
Lalu dia berkata sambil menatapku melalui sepion motornya “Aku pesan sama adek, jaga diri adek baik-baik, jangan dengan mudah menerima orang yang sepertiku dalam hidup adek, itu tak pantas bagi orang sebaik adek” dan itulah kalimat terakhir yang Riko ucapkan kepadaku.
Sesampainya di rumah, ketika aku turun dari motornya, aku melihat kesedihan dan penyesalan dari kedua bola mata yang sebentar lagi meneteskan airnya. kesedihanku semakin tak tertahan, aku menangis, aku menyesal, dan aku baru sadar tentang arti cinta yang sesungguhnya. Disini aku terus berusaha berpikir positif atas kejadian ini. Aku yakin Tuhan tidak akan memberi cobaan apabila umatnya tidak mampu untuk menjalani dan keluar dari cobaan itu.
Akhirnya, kini aku mengerti cinta itu bukanlah sesuatu yang hanya dapat dibuat mainan semata, akhirnya, kini aku mengerti cinta itu tidak hanya datang dari ketampanan atau kecantikan, dan akhirnya, kini aku mengerti tidaklah baik jika kita terlalu membanggakan pasangan kita karena cinta. Aku mengerti atau tidak ? ternyata cinta itu selamanya tak selamanya mendatangkan kebahagiaan dalam hidup ini, melainkan juga akan mendatangkan kesedihan yang begitu mendalam.
Posted in: Cerpen Cinta
0 komentar:
Posting Komentar